Green Architecture
Green Architecture
Karya:
Fakhreza Faris Azam
(22318450)
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Permasalahan lingkungan terutama pemanasan global adalah permasalahan
yang sudah lama selalu dipermasalahkan atau sering dibahas secara negatif oleh
khalayak umum. Dalam dunia arsitektur muncul fenomena bernama ‘Sick Building
Syndrome’ yang dimana adalah ketidak sehatan dan ketidak nyamanan akan polusi
dan kualitas udara pada bangunan tempat penghuni berpijak yang akhirnya
mengganggu produktifitas penghuni itu sendiri, hal tersebut muncul karena
ketiadaan atau kekurangannya ruang ventilasi dan jalur pencahayaan pada
bangunan.
Adapun penyebab lainnya adalah rusaknya membrane ozon pada permukaan bumi
yang akhirnya menyebabkan iklim dan udara yang tidak konsisten. Menurut studi
sebuah organisasi kesehatan dunia (WHO), 30% bangunan gedung punya masalah pada
bagian sirkulasi udara dan pencahayaan. Oleh karena itu, muncul sebuah konsep
baru dari para ahli arsitek yang disebut Green Architecture.
Green Architecture adalah pendekatan perencanaan arsitektur yang berusaha
meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Konsep Green Architecture ini memiliki beberapa manfaat diantaranya bangunan
lebih tahan lama, hemat energi, perawatan bangunan lebih minimal, lebih nyaman
ditinggali, serta lebih sehat bagi penghuni. Konsep Green Architecture memberi
kontribusi pada masalah lingkungan khususnya pemanasan global.
B. Permasalahan
1. Bagaimana cara supaya Green
Architecture bisa berjalan namun tidak mengurangi estetika bangunan yang
dibangun?
2. Bagaimana cara mendesain sebuah Green
Building?
3. Bagaimana agar Green Building bisa
terwujud, namun dengan biaya yang minim?
4. Bagaimana cara mengedukasi khalayak
umum agar mau menggunakan atau membangun sebuah bangunan yang menggunakan asas
Green Architecture?
C. Tujuan
Tujuan dari mempelajari tentang Green Architecture adalah supaya mengenal
apa maksud dan tujuan konsep arsitektur ini di ciptakan. Karena banyak konsep
arsitektur baru yang muncul namun malah berefek buruk untuk lingkungan dan
kesehatan. Agar kelak, kita bisa menerapkan Green Architecture pada bangunan
yang kita desain, namun tidak mengesampingkan estetika, biaya, dan kebutuhan
bangunan.
D. Metodologi
1. Metode Perpustakaan
Metode perpustakaan untuk
mengupulkan teori-teori yang berkaitan dengan pokok bahasan dengan cara membaca
dari buku-buku atau karya ilmiah seseorang.
2. Metode Internet
Metode Internet adalah
tata cara mengumpulkan data atau teori-teori melalui E-book dan blog seseorang
yang berkaitan dengan pokok bahasan.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Definisi Green
Architecture
Arsitektur yang
berwawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan
global alami dengan penekanan pada efisiensi energi (energy-efficient), pola
berkelanjutan (sustainable) dan pendekatan holistik (holistic approach).
(Jimmy Priatman,
”ENERGY-EFFICIENT ARCHITECTURE” PARADIGMA DAN MANIFESTASI ARSITEKTUR HIJAU)
Sebuah proses perancangan
dengan mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan
manusia dengan efisiensi dan pengurangan penggunaan sumber daya energi,
pemakaian lahan dan pengelolaan sampah efektif dalam tatanan arsitektur.
(Futurearch 2008,
“Paradigma Arsitektur Hijau”, green lebih dari sekedar hijau)
Prinsip Green
Architecture
ada 6 prinsip dasar dalam
perencanaan Green Architecture:
1. Conserving energy A
building should be constructed so as to minimized the need for fossil fuels to
run it (Sebuah bangunan seharusnya didesain/dibangun dengan pertimbangan
operasi bangunan yang meminimalisir penggunaan bahan bakar dari fosil.)
2. Working with climate
Building should be design to work with climate and natural energy resources.
(Bangunan seharusnya didesain untuk bekerja dengan baik dengan iklim dan sumber
daya energi alam.)
3. Minimizing new
resources A building should be designed so as to minimized the use of resources
and at the end of its useful life to form the resources for other architecture.
(Bangunan seharusnya didesain untuk meminimalisir penggunaan sumber daya dan
pada akhir penggunaannya bisa digunakan untuk hal (arsitektur) lainnya.)
4. Respect for users A
green architecture recognizes the importance of all people envolved with it.
(Green architecture mempertimbangkan kepentingan manusia didalamnya )
5. Respect for site A
building will touch the earth lightly (Bangunan didesain dengan sesedikit
mungkin merusak alam.)
6. Holism All the green
principles need to be embodied in a holistic approach to build environment.
(Semua prinsip diatas harus secara menyeluruh dijadikan sebagai pendekatan
dalam membangun sebuah lingkungan.)
(Brenda, Vale Robert, “Green Architecture” Desain untuk
Keberlangsungan Masa Depan”)
Perkembangan Green
Architecture
Di Indonesia sendiri, gerakan Arsitektur Hijau juga tampak pada tahun
1980-an. Beberapa tokoh yang turut berperan adalah Y.B. Mangun Wijaya, Heinz
Frick, dan Eko Prawoto (Tanuwidjaya, Gunawan).
Pada tahun 2009, didirikan Green
Building Council Indonesia (atau sering juga disingkat GBCI). Yaitu sebuah
lembaga mandiri dan nirlaba yang didirikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
seperti: biro konsultan dan konstruksi, kalangan indistri properti, pemerintah,
intitusi pendidikan, dan masyarakat peduli lingkungan sebagai sarana
pertimbangan dan sertifikasi bangunan bertaraf green.
Menurut GBCI dalam programnya yang disebut Green Ship, terdapat beberapa faktor yang menentukan apakah suatu
bangunan dapat diberi sertifikasi green
building. Yaitu:
·
Tepat guna lahan
·
Efisiensi energi dan refrigerant
·
Konservasi air
·
Sumber dan siklus material
·
Kualitas udara dan kenyamanan udara
·
Manajemen lingkungan bangunan
Menurut Paola Sassi, dalam bukunya yang berjudul: “Strategies for Sustainable Architecture”, hal-hal yang
mempengaruhi tepat guna lahan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: memilih lahan
dengan mempertimbangkan keberadaan fasilitas transportasi publik, jaringan
pedestrian dan jalur sepeda, nilai ekologi lahan, dan dampak lahan pada
komunitas; menggunakan lahan dengan efisien dengan mempertimbangkan kebutuhan
komunitas, kepadatan, pengembangan yang atraktif, kemungkinan mixed-use, dan
membangun diatas lahan yang sebelumnya terabaikan; meminimalisir dampak
pengembangan dengan melindungi habitat alami, memoertahankan tanaman existing,
meningkatkan potensi pedestrian dan jalur sepeda, menambahkan fungsi produksi
pangan apabila memungkinkan.
Dalam praktiknya, desain Bangunan Hijau atau Green Building terkadang ditolak oleh klien karena besaran dana
yang cenderung lebih besar apabila dibandingkan dengan bangunan tanpa konsep
green dalam upaya mempersiapkan fasilitas-fasilitas ‘hijau’-nya tanpa
mengetahui dan/atau mempertimbangkan besaran dana yang perlu dipersiapkan
nantinya manakala bangunan siap untuk ditinggali. Hal ini juga terjadi karena
kurangnya pengetahuan dan/atau kesadaran klien mengenai pentingnya Arsitektur
Hijau bagi keberlangsungan komunitas kedepannya.
(Tanuwidyaja, Gunawan.
Desain Arsitektur Berkelanjutan Di Indonesia: Hijau Rumahku Hijau Negeriku.
2011)
BAB
III
Studi
Kasus

Karya arsitektur yang indah ini kini menjadi
ikon di Milan, Italia. Selain indah, hutan vertikal di gedung ini adalah rumah
bagi lebih dari 700 pohon dan 90 spesies tanaman. Tanaman-tanaman ini dipilih
untuk memproduksi oksigen, mengurangi polusi suara, dan mengatur temperatur.
Bangunan tersebut mempunyai tema ‘Vertical
Forest” atau yang bisa diartikan adalah hutan menjulang keatas, Tema ini
didapat dari pandangan sang arsitek terhadap Hutan yang ada diatas sebuah
gunung. Bangunan ini diciptakan untuk memperkenalkan kepada publik tentang
green architecture yang dimana bahwa green building bisa digunakan untuk sarana
kegiatan manusia sehari-hari.
BAB
IV
Kesimpulan
Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha
meminimalkan pengaruh buruk terhadap
lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik
dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan
sumber daya alam secara efisien dan optimal. Konsep ‘Green Building’ atau
bangunan hijau mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup
bangunan: dari penentuan tapak sampai desain, konstruksi, operasi,
pemeliharaan, renovasi pembongkaran, dan. Praktik ini memperluas dan melengkapi
desain bangunan klasik keprihatinan ekonomi, daya tahan utilitas,, dan
kenyamanan. Sustainable Architecture atau Arsitektur Berkelanjutan, adalah
sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep
berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih
lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan
ekologis manusia,seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri,
kehutanan, dan tentu saja
arsitektur.
BAB
V
Daftar
Pustaka
Agenda 21 Sektoral. Perencanaan
Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, 2001.
Eko Budihardjo, Lingkungan Binaan
Dan Tata Ruang Kota, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 1997.
Jimmy Priatman, ”ENERGY-EFFICIENT
ARCHITECTURE” PARADIGMA DAN MANIFESTASI ARSITEKTUR HIJAU.
Futurarch 2008, “Paradigma Arsitektur Hijau”,
green lebih dari sekedar hijau.
Christine E. Mediastika, 2013, Hemat Energi
dan Lestari Lingkungan melalui Bangunan, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Tri Harso Karyono. (2010). Green
Architeture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau Di Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta.
Frick, Heinz. (1996) Arsitektur Dan
Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar